“Amalkan Pancasila: Makin Adil, Makin Beradab” harapannya dapat menjadi sebuah cara yang konkrit bagi umat Katolik di Jakarta untuk “membuka pintu lebar-lebar”. Mulai bergerak untuk keluar dari zona nyaman duniawi sehingga bisa lebih memaknai dan menerapkan Pancasila, terutama sila ke-2 “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dengan cara membantu sesama. Sehingga mulai bergerak agar tidak terbuai dalam kenyamanan duniawi bagi diri sendiri.
Berdasarkan tema masa Prapaskah 2017 tersebut, rasanya ada contoh konkrit yang sudah didapatkan oleh Lingkungan Santo Anastasius (Wilayah 5, Gereja Santo Gabriel, Paroki Pulo Gebang). Berawal dari kunjungan Romo Paroki untuk mengadakan Misa Lingkungan di bulan September 2016. Pada waktu itu terdapat perbincangan mengenai hambatan umat lingkungan untuk pergi ke gereja dikarenakan tidak ada kendaraan dan keterbatasan biaya. Umat lingkungan merasa tidak mampu bila harus mengajak anak-anaknya untuk pergi ke gereja secara bersama-sama, sehingga hanya orangtuanya saja yang pergi beribadah setiap Minggu.
Hambatan tersebut mengetuk hati seorang donatur yang mau menyumbang dana untuk biaya ongkos sewa angkot dengan jumlah Rp 80.000,- per minggu. Adapun dana tersebut ditransfer melalui ketua lingkungan setiap satu setengah bulan. Melalui koordinasi ketua lingkungan, uang tersebut digunakan untuk menyewa angkot agar umat di Lingkungan Santo Anastasius dapat pergi ke gereja setiap minggunya. Angkot tersebut berada di Pasar Ujung Menteng, yang menjadi titik kesepakatan untuk berkumpul dan berhenti.
Minggu (19/3) seusai misa kedua, anak-anak yang berjumlah sembilan orang didampingi orangtua bertemu dengan Seksi Komsos Gereja Santo Gabriel. Mereka mengatakan bahwa biasanya ada lima belas orang anak yang ikut, terdiri dari berbagai usia dan kelas. Mereka merasa senang karena bisa bersama-sama mengikuti Bina Iman Anak (BIA) ataupun Bina Iman Anak Negeri (BIAN) di GKP lantai 2 ataupun mengikuti Misa setiap Minggu. Melalui peristiwa tersebut, mereka bisa mendapat teman-teman baru. Di angkot, yang biasa mereka lakukan adalah bercerita, bernyanyi, ataupun tidur.
“Dengan adanya angkot tersebut, warga jadi semangat. Desak-desakkan di angkot tak mengapa, karena kita bisa jadi saling kenal,” kata salah satu ibu yang merasakan pergi ke gereja bersama-sama menggunakan angkot. “Bahkan hal ini membawa dampak dalam pertemuan lingkungan. Banyak anak-anak yang mau ikut pertemuan dan doa bersama, sampai mau memimpin doa Bapa Kami atau Salam Maria” cerita Ketua Lingkungan Santo Anastasius, Ibu Yuliana. “Mudah-mudahan di lingkungan lain juga ada dan bisa saling membantu” tambahnya. (Maria)